Bank Indonesia saat ini terpaksa menerapkan kebijakan moneter yang ketat berkaitan dengan trend peningkatan laju inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia, harga komoditas, dan kenaikan harga makanan.
Kenaikan laju inflasi merupakan fenomena global sehingga ada atau tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak di dalam negeri, laju inflasi akan naik terus. Hal itu dikatakan Deputi Gubernur BI Budi Mulya, kepada wartawan di Gedung BI Jakarta, Senin (19/5).
Pada kesempatan itu BI juga mengumumkan laporan keuangan per 31 Desember 2007 dan 2006 yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pendapat BPK atas laporan keuangan BI itu adalah wajar tanpa pengecualian. Pengetatan moneter artinya BI menyerap dana yang beredar di masyarakat.
Instrumennya antara lain dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate, dimana pada awal Mei lalu telah dinaikkan dari 8 persen menjadi 8,25 persen. Langkah ini diapresiasi pelaku pasar sehingga bisa meningkatkan kepercayaan mereka pada kebijakan moneter bank sentral.
Menurut Budi Mulya, sasaran inflasi tahun ini dan dua tahun ke depan akan diperbarui lagi oleh BI bersama pemerintah. Dalam kesepakatan sebelumnya, sasaran inflasi tahu 2008 ditetapkan pada kisaran 5 plus minus satu persen. Namun, laju inflasi nampaknya akan terus naik seiring dengan kenaika harga minyak dunia.
Tugas utama BI, jelas Budi, adalah mengendalikan laju inflasi dan menjaga kestabilan kurs mata uang rupiah. Hal itu merupakan pelaksanaan dari akuntabilitas BI sebagaimana diatur dalam Undang-undang No 3 Tahun 2004 tentang BI.
Budi Mulya menjelaskan, untukmemberikan kepercayaan pada para pelaku pasar dan investor, BI akan melakukan stabilisasi rupiah secara terukur dan efektif. Oleh karena itu dalam laporan keuangan BI yang terakhir, sebagian besar anggaran (80 persen) lebih banyak digunakan untuk biaya pengendalian moneter.
Jumlah penerimaan BI dalam laporan keuangan tahun 2007 sebesar Rp 29,03 triliun atau turun dibandingkan tahun 2006 yang sebesar Rp 31,03 triliun। Dari jumlah penerimaan yang diperoleh BI tahun lalu itu, sebesar Rp 25,03 triliun digunakan untuk biaya pengendalian moneter. Sedangkan sisanya dipakai untuk ongkos penyelenggaraan sistem pembayaran, pengaturan dan pengawasan perbankan dan biaya umum dan lainnya.
Kompas Senin, 19 Mei 2008
0 komentar:
Posting Komentar