Namun, hingga kini empat subsektor industri kreatif yang banyak diminati usaha kecil dan menengah justru belum dikemas dengan baik. Empat subsektor industri kreatif itu adalah mode, kriya, perangkat kayu untuk rumah, dan pengemasan atau label makanan.
Demikian disampaikan Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM Ichwan Asrin dalam pelatihan ”Peningkatan Daya Saing Produk Fashion melalui Pengembangan Desain”, Rabu (15/10) di Jakarta.
”Industri kreatif ini belum dikemas dengan baik sehingga nilai tambah produk itu kurang dilirik konsumen,” ujarnya.
Padahal, menurut Ichwan, nilai tambah industri kreatif bidang mode dapat menonjol di pasar jika perancang mode bukan hanya menciptakan produk eksklusif, tetapi juga mencermati minat pasar. ”Desain eksklusif dan kuantitas yang terbatas dapat menghasilkan nilai tambah, yaitu harga jual produk menjadi tinggi,” katanya.
Kajian Departemen Perdagangan tahun 2007 menyebutkan, industri kreatif bidang mode menyumbang pendapatan domestik bruto (PDB) Rp 46,2 triliun per tahun, atau 44,2 persen dari total PDB industri kreatif. Industri ini menyerap 2,6 juta tenaga kerja.
Terkait pelatihan yang diselenggarakan, Ketua Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMI) Taruna K Kusmayadi menuturkan, pelatihan yang konsisten dan berkelanjutan diperlukan untuk mendorong perolehan nilai tambah. ”Harus diingat, persaingan pasar di tengah krisis ekonomi global, terutama di pasar internasional, bakal semakin berat,” katanya.
Pelatihan yang dilakukan 15, 16, dan 27 Oktober itu diikuti 30 peserta, yang diseleksi dari kalangan pelaku usaha yang telah menggeluti produk mode rumahan. Hasil karya pengembangan produk mode itu akan diikutsertakan pada pameran di Jakarta Convention Center tanggal 3-4 Desember 2008. (OSA).
Kamis, 16 Oktober 2008
0 komentar:
Posting Komentar