`
English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Ekspor-Impor Terhambat Ketatnya Likuiditas Perbankan

Pelaku usaha mulai merasakan kegiatan ekspor dan impor terhambat oleh kesulitan likuiditas perbankan. Jika berlanjut, kondisi ini akan berdampak menurunkan volume perdagangan. Padahal, di sisi lain, kinerja ekspor juga sudah tertekan oleh melemahnya permintaan pasar global.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Soetrisno mengungkapkan hal itu di Jakarta, Jumat (10/10). Menurut Benny, kesulitan likuiditas perbankanmembuat perdagangan ekspor- impor seakan harus dilakukan dengan tunai.

”Kalau kami mau mengimpor dengan membuka L/C (letter of credit) biasanya cukup memberi jaminan 10-20 persen, sekarang harus pakai jaminan 100 persen karena bank enggak punya dollar AS. Kalau jaminannya 100 persen, ya sekalian saja langsung transfer bayar tunai,” ujarnya.

Sebaliknya, ketika pelaku usaha akan mengekspor, L/C yang diterima dari pembeli tidak bisa langsung dibayar oleh bank di Indonesia setelah barang diekspor. ”Eksportir harus menunggu bank di sini dibayar oleh bank pembuka L/C,” kata Benny.

Menurut Benny, kesulitan likuiditas perbankan ini mulai dirasakan pelaku ekspor-impor dalam sepekan terakhir.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, dalam situasi seperti sekarang, perbankan umumnya amat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Perbankan juga melakukan klasifikasi tingkat risiko debitor valas yang mengekspor produknya ke AS atau negara lain yang berpotensi terpengaruh penurunan ekonomi AS.

Dalam dua bulan terakhir, perbankan domestik memang mengalami likuiditas dollar yang ketat. Salah satu faktor penyebabnya ialah krisis keuangan di AS.

Institusi keuangan global yang merugi menarik dana mereka di negara berkembang dan menukarnya ke dollar AS. Bank-bank internasional juga enggan meminjamkan dollarnya ke pihak lain karena khawatir pinjamannya macet. Akibatnya, likuiditas dollar di pasar amat ketat.

Pengamat pasar modal, Mirza Adityaswara, mengatakan, salah satu cara untuk mencegah kian ketatnya likuiditas dollar di dalam negeri ialah menjaga tidak terjadinya kepanikan yang memicu perburuan dollar. Jika panik, akan banyak importir yang memburu dollar meski sebenarnya baru butuh dalam beberapa bulan ke depan.

Tunda pencairan

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Erwin Aksa Mahmud mengatakan, ketatnya likuiditas perbankan juga menyebabkan suku bunga kredit naik. ”Perbankan juga menunda mencairkan pinjaman yang telah disetujui,” ujarnya.

Akibat kondisi ini, pelaku usaha tidak mendapat dana dalam jumlah cukup untuk operasional dan ekspansi. Karena itu, kata Erwin, pelaku usaha saat ini cenderung tidak berekspansi dan menunggu situasi membaik.

Sementara Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sudah harus segera melaksanakan program pembelian kembali saham-saham BUMN. Program itu akan membantu pemulihan pasar modal karena memberikan sinyal bahwa pemerintah percaya terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

Menurutnya, jika pemerintah lamban mengeksekusi, yang kemudian timbul adalah sentimen negatif pasar yang menilai pemerintah tidak serius menangani krisis. (DAY/FAJ/REI).

Sabtu, 11 Oktober 2008

Kompas

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management