Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia mulai memberikan tanda-tanda membaik. Setelah pekan lalu anjlok cukup dalam, indeks harga saham gabungan pada perdagangan saham, Senin (13/10), akhirnya ditutup menguat.
IHSG ditutup naik 10,20 poin (0,7 persen) menjadi 1.461,87. Sekalipun tidak signifikan, penguatan sebesar 0,7 persen itu cukup melegakan pelaku pasar modal Indonesia karena sebelumnya banyak pihak memperkirakan IHSG masih akan mengalami koreksi tajam.
”Kami memperkirakan IHSG memang masih akan terkoreksi karena adanya penyesuaian dengan penurunan indeks bursa global saat bursa kami tutup, tetapi hari ini ternyata naik. Ini patut kita syukuri,” kata Direktur Utama BEI Erry Firmansyah.
Pada Rabu lalu perdagangan seluruh saham dan derivatif di BEI dihentikan menyusul anjloknya IHSG hingga 10,38 persen. Penurunan itu dianggap cukup parah karena selama dua hari perdagangan sebelumnya IHSG juga telah terkoreksi 11,79 persen.
Selama BEI ditutup (Rabu- Jumat), Indeks Dow Jones Industrial Average telah terkoreksi lebih dari 10,54 persen. Anjloknya indeks paling berpengaruh di dunia itulah yang diperkirakan akan menekan IHSG pada perdagangan Senin.
Pada perdagangan sesi pertama, kemarin, IHSG memang sempat anjlok sampai 6 persen lebih. Namun, pada sesi kedua, IHSG mulai berbalik arah dan ditutup naik 0,7 persen.
Dari 204 saham yang diperdagangkan, 72 saham tercatat naik, 97 saham turun, dan 35 saham tetap. Jumlah transaksi tercatat sebanyak 73.726 kali dengan volume 11,32 miliar saham, senilai Rp 7,499 triliun.
Sebagian besar saham yang mengalami kenaikan harga adalah saham yang memiliki kapitalisasi besar, seperti saham PT Telekomunikasi Indonesia dan PT Perusahaan Gas Negara.
Kepala Riset PT Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan, penguatan IHSG kemarin lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu menguatnya indeks bursa regional menyusul keluarnya pengumuman dari Bank Sentral Eropa yang menyatakan akan menjamin likuiditas perbankan.
Kemarin, hampir semua indeks bursa regional ditutup menguat. Indeks Straits Times di Singapura naik 6,57 persen, Indeks Hang Seng di Hongkong naik 10,25 persen, dan Indeks Shanghai di China naik 3,65 persen, sedangkan bursa Jepang masih belum dibuka menyusul anjloknya Indeks Nikkei 225 sebesar 9,62 persen, Jumat lalu.
Selain pengaruh membaiknya bursa regional, pengamat pasar modal, Felix Sindhunata, mengatakan, perdagangan saham di BEI kemarin cukup stabil karena adanya aturan baru auto rejection atau penghentian perdagangan saham otomatis.
Menurut dia, aturan auto rejection yang baru—yang membatasi kenaikan dan penurunan harga saham maksimal 10 persen—membuat pergerakan IHSG menjadi tidak terlalu fluktuatif.
Pemerintah ”all out”
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di depan anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia menegaskan, pemerintah tidak panik dan tidak hanya memerhatikan harga saham. ”Itu pasti! Pemerintah fokus pada sektor yang sangat strategis, yaitu perbankan secara all out. Kinerja dan fungsi perbankan adalah jaminan pemerintah,” ujarnya.
Fokus kedua adalah pemerintah sangat perhatian pada upaya menjaga perekonomian, terutama pelaku ekonomi, baik besar, menengah, maupun kecil di pusat dan daerah, untuk tetap memiliki lingkungan bekerja dan berusaha yang sedapat mungkin diproteksi dari gelombang krisis.
Di Malang, Jawa Timur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, pemerintah sangat mewaspadai perkembangan krisis keuangan di AS dan mengamati perkembangan dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Sri Mulyani kemudian meminta pengusaha betul-betul menjaga perekonomian Indonesia dengan menahan diri. Pemerintah dan Bank Indonesia akan memonitor tingkah laku individual pelaku usaha. Dalam situasi sekarang ini, kesalahan setitik saja akan berdampak sangat besar bagi perekonomian bangsa.
Dalam kesempatan itu, Menkeu membuka ruang untuk tetap melakukan ekspansi secara terukur tahun depan. Pemerintah akan tetap fokus pada konsolidasi APBN dan fiskal yang memperkuat neraca keuangan.
”Saya meminta semua pengusaha melihat masing-masing neraca keuangannya. Anda perlu melihat neraca ini untuk mereview. Kalau kemarin-kemarin melakukan ekspansi terlalu berlebihan dan risiko menjadi sangat besar, pengusaha tentu tidak mampu menghadapi dampak yang mengejutkan ini,” ujarnya.
Ekonom Ryan Kiryanto mengatakan, prospek perekonomian ke depan masih tetap kondusif. Alasannya, pertama harga saham di BEI sudah terbilang rendah sehingga ini merupakan momentum untuk membeli. Kedua, permintaan dollar AS makin berkurang. Ketiga, suku bunga acuan atau BI Rate jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga di negara-negara lain, terutama suku bunga Bank Sentral AS.
Keempat, operasi perusahaan terbuka masih berjalan normal sehingga prospek sahamnya masih bagus. Kelima, Indonesia punya sumber daya alam melimpah, seperti pertanian dan pertambangan, yang bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. (ody/REI/OSA/FAJ).
Selasa, 14 Oktober 2008
0 komentar:
Posting Komentar