`
English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minyak Naik,AS Ingin Tuntut OPEC


Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui rancangan undang- undang yang mengizinkan Departemen Hukum AS menuntut OPEC.

Tuduhannya adalah pembatasan produksi minyak dan berkomplot satu sama lain untuk mengatur harga minyak mentah. Meski begitu, pihak Gedung Putih mengancam akan menghambat langkah tersebut. Tuntutan tersebut melibatkan OPEC sebagai produsen minyak termasuk di dalamnya Arab Saudi, Iran, dan Venezuela.

Departemen Hukum AS menuntut OPEC agar meningkatkan produksi minyaknya. OPEC tetap bersikukuh bahwa persediaan minyak sudah mencukupi, sehingga tidak perlu penambahan produksi. Sikap ini membuat Departemen Hukum AS menuduh OPEC berusaha membuat harga minyak tetap tinggi.

Tuntutan tersebut diajukan ke DPR dengan bentuk rancangan undang-undang, kemudian dilakukan voting dengan hasil akhir 324-84. Hasil ini cukup kuat untuk menahan veto pihak presiden jika tetap ditentang. Dengan persetujuan ini, Departemen Hukum harus berusaha keras menyelidiki seberapa besar penipuan yang terjadi di dalam kasus harga BBM dan manipulasi pasar energi.

"RUU ini menyebutkan bahwa harga minyak akan mencerminkan keadaan persediaan dan permintaan. Selain itu, mereka juga akan membuktikan keberadaan spekulan liar dan mungkin aktivitas ilegal," ujar anggota Partai Demokrat Steve Kagen yang mendukung RUU tersebut. Dia mengatakan, warga AS saat ini seolah-olah di bawah rasa kasihan OPEC.

Karena itu, konsumen harus dilindungi lantaran semua telah digantung oleh sikap OPEC yang kukuh dengan keputusannya. Minggu ini, minyak telah berada di kisaran harga USD3,79 per galonnya. Pihak Gedung Putih menyatakan, tindakan ini hanya membawa AS ke arah bahaya. Jika Departemen Hukum AS tetap melemparkan tuntutan kepada OPEC, setiap negara anggota akan berbalik menentang AS.

Hal ini sangat mengkhawatirkan karena bagaimanapun juga AS masih tetap membutuhkan persediaan minyak dari mereka. Jika AS kekurangan minyak, persediaan bensin akan menipis, hal ini bisa memicu kenaikan harga minyak di negara tersebut. Investasi asing di sektor infrastruktur minyak mengalami penurunan tajam dalam 10 tahun terakhir.

Apalagi perusahaan minyak beberapa negara OPEC adalah pemilik dari kilang minyak yang ada di AS. Arlington, ekonom di FBR Capital Market Corp menyatakan akan timbul masalah jika RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang. Di lain pihak, Hillary Clinton yang masih berjuang untuk mendapatkan kursi kandidat presiden dari Partai Demokrat menyatakan akan melawan OPEC,jika dia menjadi presiden terpilih.

Dia juga merencanakan akan menghambat langkah negara-negara anggota OPEC di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Presiden AS George W Bush sempat mengancam akan menghentikan tindakan ini.Namun, Partai Demokrat sepertinya akan tetap meloloskan RUU tersebut.

Nancy Pelosi, juru bicara kubu Demokrat dengan geram mengatakan bahwa daripada menggunakan ancaman veto untuk melindungi perusahaan minyak, lebih baik pemerintahan Bush lebih memikirkan bagaimana caranya melindungi konsumen AS. Tindakan ini menunjukkan Pemerintah AS hanya peduli dengan perusahaan- perusahaan dagang non-AS.

Sementara itu, saham AS menurun setelah harga minyak sempat mencapai lebih dari USD129 per barel. Hal ini juga mengakibatkan peningkatan inflasi lebih dari yang diperkirakan. Akibatnya, daya beli konsumen semakin terancam. Konsumen AS saat ini berjuang untuk bertahan di tengah kenaikan harga BBM dan jatuhnya harga di sektor properti.

www.okezone.com
Kamis, 22 Mei 2008

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management