Pemerintah terus mencari pola penyelamatan industri mikro kecil dan menengah (IMKM) akibat kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI). Departemen Perindustrian (Depperin) sedang menggodok sejumlah paket kebijakan untuk menyelamatkan nasib jutaan IMKM, supaya tidak semakin kolaps.
Menurut Direktur Jenderal Industri Mikro Kecil Menengah (IMKM) Depperin, Fauzi Aziz, sedikitnya ada tiga skema pengamanan IMKM. Yakni, menghidupkan lagi kredit program. Kedua, pengamanan produk domestik, serta upaya ketiga, kemudahan akses pemasaran ke luar negeri.
''Menghidupkan kembali kredit program diluar Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak lain sebagai alternatif penyaluran kredit ke IMKM, namun dengan suku bunga pinjaman yang relatif rendah,'' katanya di Jakarta, Kamis (9/10).
Dikatakannya, kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) ke posisi 9,5 persen membuat para pengusaha IMKM terancam kolaps. Akibat kenaikan suku bunga tersebut, membuat IMKM tambah kesulitan mendapatkan dana dan mengancam usaha mereka.
Menurut Fauzi, banyak pengusaha kecil yang mengalami permasalahan pendanaan sejak BI menaikkan suku bunganya. Menurutnya, kesulitan ini paling dirasakan oleh pengusaha kecil dengan modal Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. "Lantaran dananya minim, bank mematok suku bunga pinjamannya sebesar 24 persen, sementara pengusaha kecil yang di atas Rp 25 juta bisa mendapatkan 16 persen" katanya.
''Karena itu, pemerintah dan BI perlu merelaksasi kebijakan, seperti menurunkan suku bunga. Kan di negara-negara lain dalam menghadapi ancaman krisis global justru berlomba menurunkan suku bunga, tapi di sini kok justru akan dinaikkan lagi. Yang penting, bagaimana aliran pinjaman tetap jalan, sebab kalau diturunkan justru mengganggu likuiditas, produksi menurun sehingga IMKM kolaps,'' tambahnya.
Khusus untuk KUR, dia meminta supaya suku bunga pinjaman dipertahankan di kisaran 24 persen untuk pinjaman di bawah Rp 5 juta, dan 16 persen untuk di atas Rp 5 juta.
Fauzi menjelaskan, mekanisme untuk meningkatkan kredit program berupa konsolidasi dana-dana pinjaman yang berada di sejumlah departemen, diantaranya Deptan, Depkeu, Depperin, Kementerian Negara BUMN, Departemen UKM dan Koperasi, serta Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan.
Contohnya, kredit program untuk ketahanan pangan nasional yang dikoordinasikan Departemen Keuangan dan Departemen Pertanian dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan terciptanya pemerataan pembangunan. Di Depperin, tambahnya, juga memiliki kredit program senilai Rp 36 miliar. Namun, program yang berlaku sejak 1999 tersebut tidak efektif, karena hanya diserap Rp 19 miliar, dan sejak berlaku tidak mengalami peningkatan. ''Justru, kredit macetnya tinggi karena salah pengelolaan,'' ungkapnya.
Mengutip laporan Menko Kesra RI Abu Rizal Bakrie, Fauzi mengatakan, total pengumpulan dana kredit dari semua departemen mencapai Rp 10 triliun. Dana tersebut, nantinya akan diserahkan ke Bank Indonesia (BI) untuk kemudian penyaluranya lewat perbankan sebagai channeling atau kemitraan.
Skema kedua, pengamanan produk dalam negeri, yakni mendorong masyarakat menggunakan produk dalam negeri. Pemerintah juga diminta menekan impor yang tidak perlu, serta mengawasi produk selundupan.
Sedang solusi ketiga untuk menyelamatkan IMKM, papar Fauzi, adalah memperluas akses pemasaran. Pada bulan Nopember nanti, ada Trade Expo Indonesia 2008. Ajang ini dijadikan kesempatan IMKM dan industri papan atas untuk menembus pasar internasional.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Erwin Aksa, mendesak pemerintah memperhatikan dan memanfaatkan sektor UKM akibat krisis AS, karena sektor UKM merupakan inti dari usaha domestik.
''Apapun kebijakan pemerintah jangan sampai pelaku UKM yang dikorbankan, misalnya dengan kenaikan suku bunga yang mencekik karena harus mempertahankan rupiah atau mengurangi inflasi. Justru UKM harus dimanfaatkan dalam situasi seperti ini, seperti penambahan dana KUR yang harus ditingkatkan nilainya,'' ujar Erwin. zak
2008-10-10
Republika
Menurut Direktur Jenderal Industri Mikro Kecil Menengah (IMKM) Depperin, Fauzi Aziz, sedikitnya ada tiga skema pengamanan IMKM. Yakni, menghidupkan lagi kredit program. Kedua, pengamanan produk domestik, serta upaya ketiga, kemudahan akses pemasaran ke luar negeri.
''Menghidupkan kembali kredit program diluar Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak lain sebagai alternatif penyaluran kredit ke IMKM, namun dengan suku bunga pinjaman yang relatif rendah,'' katanya di Jakarta, Kamis (9/10).
Dikatakannya, kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) ke posisi 9,5 persen membuat para pengusaha IMKM terancam kolaps. Akibat kenaikan suku bunga tersebut, membuat IMKM tambah kesulitan mendapatkan dana dan mengancam usaha mereka.
Menurut Fauzi, banyak pengusaha kecil yang mengalami permasalahan pendanaan sejak BI menaikkan suku bunganya. Menurutnya, kesulitan ini paling dirasakan oleh pengusaha kecil dengan modal Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. "Lantaran dananya minim, bank mematok suku bunga pinjamannya sebesar 24 persen, sementara pengusaha kecil yang di atas Rp 25 juta bisa mendapatkan 16 persen" katanya.
''Karena itu, pemerintah dan BI perlu merelaksasi kebijakan, seperti menurunkan suku bunga. Kan di negara-negara lain dalam menghadapi ancaman krisis global justru berlomba menurunkan suku bunga, tapi di sini kok justru akan dinaikkan lagi. Yang penting, bagaimana aliran pinjaman tetap jalan, sebab kalau diturunkan justru mengganggu likuiditas, produksi menurun sehingga IMKM kolaps,'' tambahnya.
Khusus untuk KUR, dia meminta supaya suku bunga pinjaman dipertahankan di kisaran 24 persen untuk pinjaman di bawah Rp 5 juta, dan 16 persen untuk di atas Rp 5 juta.
Fauzi menjelaskan, mekanisme untuk meningkatkan kredit program berupa konsolidasi dana-dana pinjaman yang berada di sejumlah departemen, diantaranya Deptan, Depkeu, Depperin, Kementerian Negara BUMN, Departemen UKM dan Koperasi, serta Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan.
Contohnya, kredit program untuk ketahanan pangan nasional yang dikoordinasikan Departemen Keuangan dan Departemen Pertanian dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan terciptanya pemerataan pembangunan. Di Depperin, tambahnya, juga memiliki kredit program senilai Rp 36 miliar. Namun, program yang berlaku sejak 1999 tersebut tidak efektif, karena hanya diserap Rp 19 miliar, dan sejak berlaku tidak mengalami peningkatan. ''Justru, kredit macetnya tinggi karena salah pengelolaan,'' ungkapnya.
Mengutip laporan Menko Kesra RI Abu Rizal Bakrie, Fauzi mengatakan, total pengumpulan dana kredit dari semua departemen mencapai Rp 10 triliun. Dana tersebut, nantinya akan diserahkan ke Bank Indonesia (BI) untuk kemudian penyaluranya lewat perbankan sebagai channeling atau kemitraan.
Skema kedua, pengamanan produk dalam negeri, yakni mendorong masyarakat menggunakan produk dalam negeri. Pemerintah juga diminta menekan impor yang tidak perlu, serta mengawasi produk selundupan.
Sedang solusi ketiga untuk menyelamatkan IMKM, papar Fauzi, adalah memperluas akses pemasaran. Pada bulan Nopember nanti, ada Trade Expo Indonesia 2008. Ajang ini dijadikan kesempatan IMKM dan industri papan atas untuk menembus pasar internasional.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Erwin Aksa, mendesak pemerintah memperhatikan dan memanfaatkan sektor UKM akibat krisis AS, karena sektor UKM merupakan inti dari usaha domestik.
''Apapun kebijakan pemerintah jangan sampai pelaku UKM yang dikorbankan, misalnya dengan kenaikan suku bunga yang mencekik karena harus mempertahankan rupiah atau mengurangi inflasi. Justru UKM harus dimanfaatkan dalam situasi seperti ini, seperti penambahan dana KUR yang harus ditingkatkan nilainya,'' ujar Erwin. zak
2008-10-10
Republika
0 komentar:
Posting Komentar