Badan usaha milik negara hanya sempat membeli kembali atau buy back saham mereka sebesar Rp 8 miliar, padahal dana yang disiapkan Rp 7 triliun. Itu terjadi pada hari pertama perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Senin (13/10), setelah perdagangan di bursa dihentikan pada 8 Oktober.
Menurut Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Djalil, hal itu terjadi karena harga saham emiten BUMN telanjur naik melampaui harga pada penutupan perdagangan di hari sebelum bursa ditutup.
BUMN-BUMN yang sudah menyiapkan dana pembelian kembali sahamnya, kata Sofyan, tidak diperkenankan melanjutkan pembelian kembali saham mereka. Pembelian kembali hanya boleh dilakukan bila harga sahamnya lebih rendah dibandingkan dengan harga pada hari bursa sebelumnya.
Bursa terakhir kali dibuka hanya setengah hari pada 8 Oktober 2008 dan ditutup pada pukul 11.00 WIB. Bursa kembali dibuka Senin (13/10). Penutupan tersebut dilakukan otoritas BEI karena menilai ada pergerakan harga yang anomali.
”Dana yang disiapkan untuk melakukan buy back memang mencapai Rp 7 triliun, tetapi kenyataannya yang bisa digunakan hanya Rp 8 miliar. Ini disebabkan harga saham yang akan dibeli kembali melonjak sehingga BUMN tak diperkenankan membeli kembali saham mereka,” paparnya, menjelang Rapat Kerja Komisi XI DPR, Selasa (14/10) di Jakarta. Rapat kerja itu juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Pemerintah telah menetapkan lima kebijakan untuk menstabilkan pasar modal, antara lain memerintahkan BUMN untuk melakukan pembelian kembali saham. Untuk mendorong kebijakan itu, BUMN atau emiten swasta tidak perlu menunggu rapat umum pemegang saham.
Ada sembilan BUMN yang menyatakan siap membeli kembali saham mereka, yakni PT Telkom Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, PT Semen Gresik Tbk, PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Adhi Karya Tbk, dan PT Wijaya Karya Tbk. Total dana yang disiapkan untuk pembelian kembali saham Rp 7 triliun, yang berasal dari dana BUMN itu sendiri.
Ekspansi usaha
Pengamat Ekonomi Senior Indef Fadhil Hasan menilai, rendahnya realisasi dana yang digunakan untuk pembelian kembali saham akan lebih baik buat BUMN bersangkutan. BUMN dapat lebih fokus untuk ekspansi usaha.
”BUMN bisa terhindar dari risiko turunnya kembali harga saham yang di-buy back,” ujarnya.
Ekonom, Dradjad H Wibowo, berpendapat, kebijakan beli balik saham sebaiknya dikembalikan pada kearifan korporasi. ”Pemerintah tidak perlu ikut campur sehingga risiko hukum, risiko likuiditas, dan pasar terhadap BUMN bisa dikurangi,” katanya.
Menteri Keuangan menyatakan, pihaknya tetap menyiagakan dana Rp 4 triliun untuk pembelian kembali saham BUMN. Dana itu dikelola Pusat Investasi Pemerintah Rp 2,5 triliun, sisanya dipegang PT Perusahaan Pengelola Aset.
”Jika dana itu tidak jadi dipakai buy back, kami akan mengembalikannya pada fungsi awalnya, yakni membiayai infrastruktur dan restrukturisasi BUMN,” ujar Menteri Keuangan, yang juga Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian. (OIN).
Rabu, 15 Oktober 2008
0 komentar:
Posting Komentar